JAKARTA - PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) menilai prospek industri konstruksi nasional dalam dua tahun ke depan tetap positif. Pandangan ini didasari oleh komitmen kuat pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur strategis di berbagai wilayah.
Corporate Secretary WIKA, Ngatemin, mengungkapkan bahwa hingga Agustus 2025, WIKA telah mencatatkan kontrak baru senilai Rp5,25 triliun. Capaian ini menjadi sinyal kepercayaan pasar terhadap kemampuan WIKA dalam menjaga kualitas dan konsistensi pelaksanaan proyek.
Kontrak baru tersebut didominasi oleh sektor industri penunjang konstruksi sebesar 49,82 persen. Kemudian diikuti sektor infrastruktur dan gedung sebesar 33,81 persen, sektor energi dan industrial plant 7,49 persen, serta sisanya berasal dari sektor properti dan investasi.
Berdasarkan segmen pemberi kerja, proyek dari BUMN menyumbang 38,68 persen dari total kontrak baru WIKA. Sementara proyek swasta berkontribusi 38,51 persen dan proyek pemerintah sebesar 20,61 persen.
Ngatemin menjelaskan, komposisi ini menggambarkan strategi WIKA untuk tetap berperan aktif dalam mendukung pembangunan nasional sekaligus memperkuat diversifikasi proyek. Dengan cara ini, WIKA tidak hanya bergantung pada proyek pemerintah, tetapi juga memaksimalkan potensi dari sektor swasta dan BUMN.
“Komposisi ini menunjukkan peran aktif WIKA dalam mendukung program pembangunan nasional, sekaligus menjaga diversifikasi portofolio melalui peluang di sektor non-pemerintah,” ujarnya.
Kontribusi WIKA terhadap Proyek Ketahanan Pangan Nasional
Selain fokus pada proyek infrastruktur, WIKA juga berkontribusi dalam program peningkatan ketahanan pangan nasional. Perseroan menggarap sejumlah proyek irigasi besar yang bertujuan meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya air di kawasan pertanian.
Proyek-proyek tersebut antara lain Rehabilitasi Jaringan Irigasi Jambi, Rehabilitasi Jaringan Irigasi Kalimantan Utara, dan Pembangunan Irigasi Blimbing. Setiap proyek diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas lahan pertanian serta memperkuat pasokan pangan nasional.
Upaya ini sekaligus menjadi bukti nyata bahwa WIKA tidak hanya berperan sebagai kontraktor, tetapi juga mitra strategis pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Proyek irigasi tersebut diharapkan mampu memberi dampak langsung terhadap kesejahteraan petani dan efisiensi sistem pertanian modern.
Dengan berbagai proyek yang sedang berjalan, total kontrak aktif atau orderbook WIKA hingga saat ini tercatat mencapai Rp39,53 triliun. Nilai tersebut akan menjadi sumber pendapatan berkelanjutan hingga tahun mendatang.
Peluang di Sektor Energi dan Pengelolaan Sampah
Selain di bidang infrastruktur dan pertanian, WIKA juga mengincar peluang di sektor energi terbarukan. Pemerintah tengah mendorong program pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy), yang memberikan ruang luas bagi WIKA untuk memperkuat portofolio bisnisnya.
Salah satu proyek yang menjadi sorotan ialah pembangunan fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta. Proyek ini mengubah sampah menjadi energi alternatif yang ramah lingkungan, sekaligus mendukung upaya pengurangan limbah kota.
Ngatemin menegaskan bahwa WIKA siap beradaptasi terhadap arah pembangunan nasional yang kini menekankan aspek keberlanjutan. Dengan pengalaman dan rekam jejak yang kuat, WIKA diyakini mampu menjadi pemain utama di sektor energi hijau dan konstruksi berkelanjutan.
“Manajemen pun memandang prospek industri konstruksi pada 2026 cukup positif,” katanya optimistis.
Menurutnya, kombinasi antara peningkatan belanja infrastruktur dan dorongan transisi energi akan menjadi dua faktor utama yang menopang pertumbuhan industri konstruksi di masa mendatang. WIKA berkomitmen untuk terus berinovasi dan memperkuat efisiensi operasional guna menjaga daya saing di tengah tantangan ekonomi global.
Tantangan Kinerja Keuangan di Tengah Optimisme Industri
Meski memiliki prospek cerah, WIKA masih menghadapi tekanan dari sisi kinerja keuangan. Pada semester I 2025, perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp1,66 triliun, berbalik dari laba Rp401,95 miliar yang diraih pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini disebabkan oleh turunnya pendapatan bersih perusahaan selama paruh pertama tahun 2025. WIKA membukukan pendapatan sebesar Rp5,85 triliun per Juni 2025, turun 22,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,53 triliun.
Segmen infrastruktur dan gedung masih menjadi penyumbang utama pendapatan WIKA dengan nilai Rp2,34 triliun. Sementara segmen industri menyumbang Rp1,61 triliun, dan segmen energi serta industrial plant sebesar Rp1,53 triliun.
Meski menghadapi tantangan, manajemen tetap optimistis mampu membalikkan kondisi keuangan di paruh kedua tahun ini. Strategi efisiensi biaya, peningkatan produktivitas proyek, serta optimalisasi aset menjadi langkah utama untuk memperbaiki performa perusahaan.
Selain itu, WIKA juga memperkuat upaya restrukturisasi bisnis guna menyeimbangkan beban keuangan dengan kapasitas produksi. Diharapkan pada 2026, perusahaan dapat kembali mencatatkan pertumbuhan positif baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.
Fokus pada Transformasi dan Efisiensi Operasional
Manajemen WIKA menegaskan bahwa strategi jangka menengah akan difokuskan pada transformasi digital dan peningkatan efisiensi. Langkah ini mencakup optimalisasi sistem pengawasan proyek, penerapan teknologi konstruksi baru, serta penguatan tata kelola perusahaan.
Digitalisasi proses bisnis diyakini dapat mempercepat realisasi proyek dan menekan biaya operasional. Selain itu, WIKA juga akan memperluas kolaborasi dengan BUMN lain serta investor swasta dalam proyek-proyek infrastruktur strategis.
Ke depan, perusahaan menargetkan untuk memperkuat posisi di pasar domestik sekaligus menyiapkan ekspansi ke luar negeri. Fokus utama tetap pada proyek infrastruktur, energi, serta konstruksi berkelanjutan yang memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional.
Dengan kombinasi pengalaman panjang, dukungan pemerintah, dan strategi bisnis yang adaptif, WIKA optimistis mampu menjadi salah satu motor penggerak pembangunan nasional. Tahun 2026 diharapkan menjadi momentum pemulihan kinerja sekaligus tonggak baru dalam perjalanan pertumbuhan perusahaan.