JAKARTA - Sektor perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan tren menggembirakan pada pertengahan Oktober 2025. Dinas Perkebunan Sulbar resmi menetapkan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang memberikan angin segar bagi ribuan petani di wilayah tersebut.
Penetapan harga ini dilakukan dalam Rapat Penetapan Indeks “K” dan Harga TBS Produksi Pekebun Se-Sulbar Periode Oktober 2025 yang digelar di Hotel Berkah, Jalan Soekarno Hatta, Mamuju, pada Rabu, 15 Oktober 2025. Acara tersebut menjadi forum penting dalam menentukan acuan harga sawit yang berlaku bagi pekebun mitra di seluruh kabupaten di Sulbar.
Rapat dipimpin langsung oleh Plt Kepala Dinas Perkebunan Sulbar, Muhammad Faizal Thamrin, yang didampingi Sekretaris Dinas Andi Sitti Kamalia dan Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Agustina Palimbong. Mereka bersama Tim Penetapan Harga TBS membahas secara mendalam usulan indeks “K” dari perusahaan-perusahaan perkebunan anggota tim.
Penetapan ini dilakukan berdasarkan pedoman dari Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2024 tentang Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun Mitra. Regulasi tersebut menjadi dasar hukum bagi pemerintah daerah dalam menentukan harga yang adil dan transparan untuk para pekebun.
Harga TBS Naik di Oktober 2025, Petani Dapat Kabar Baik
Dalam rapat tersebut, Tim Penetapan Harga TBS Sulbar menyepakati harga penjualan TBS sawit umur tanam 10–20 tahun pada periode Oktober 2025 sebesar Rp3.258,32 per kilogram. Angka tersebut menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan periode September 2025 yang berada di level Rp3.192,05 per kilogram.
Kenaikan ini sebesar Rp66,27 per kilogram, yang meskipun terbilang moderat, dinilai membawa dampak positif terhadap kesejahteraan petani. “Jika dibandingkan dengan harga periode bulan lalu, ada sedikit kenaikan harga sebesar Rp66,27. Mudah-mudahan kerja sama ini bukan sekadar seremonial, tapi benar-benar menjadi mitra strategis dalam segala aspek yang dapat memberikan dampak positif juga kepada petani kita,” kata Faizal Thamrin.
Menurut Faizal, proses penetapan harga ini merupakan hasil dari sinergi antara pemerintah daerah, asosiasi pekebun, dan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Sulbar. Seluruh pihak memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara keuntungan perusahaan dan kesejahteraan petani.
Dengan adanya kenaikan harga ini, diharapkan petani sawit lebih termotivasi untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu, stabilitas harga yang transparan juga diharapkan dapat memperkuat kemitraan antara pekebun dan pabrik pengolahan sawit.
Kebijakan B40 dan Permintaan Biodiesel Dorong Harga Sawit Naik
Kenaikan harga TBS Sulbar tak lepas dari meningkatnya permintaan global terhadap minyak kelapa sawit mentah (CPO). Salah satu faktor pendorong utama adalah kebijakan B40, yakni campuran 40 persen CPO dalam bahan bakar biodiesel yang mulai diterapkan di tingkat nasional.
Kebijakan tersebut menciptakan lonjakan permintaan terhadap bahan baku sawit domestik, sehingga menekan pasokan dan menaikkan harga di tingkat petani. Di sisi lain, permintaan internasional terhadap produk sawit juga tetap kuat, terutama dari sektor biodiesel dan industri manufaktur.
Hal inilah yang menjadikan harga sawit di pasar global masih berada pada level tinggi, meski fluktuasi tetap terjadi. Menurut Faizal, faktor ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh para pekebun untuk memperkuat posisi mereka dalam rantai pasok industri sawit.
Peningkatan harga juga menandai efek positif dari pengawasan ketat terhadap rantai produksi di tingkat perkebunan. Pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan Sulbar berkomitmen menjaga kualitas dan keberlanjutan usaha sawit di wilayahnya agar tetap kompetitif di pasar global.
Sinergi Pemerintah, Perusahaan, dan Petani dalam Menentukan Harga
Rapat penetapan harga TBS ini dihadiri oleh berbagai pihak yang mewakili ekosistem industri sawit Sulbar. Hadir petugas Dinas Perkebunan, Tim Penetapan Harga TBS Kelapa Sawit, serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Sulbar seperti Dinas Dagperinkop-UKM, Dinas Tenaga Kerja, Biro Hukum, dan Biro Ekbang.
Selain unsur pemerintah, hadir pula perwakilan perusahaan kelapa sawit besar seperti PT Manakarra Unggul Lestari (MUL), PT Unggul Widya Teknologi Lestari (UWTL), PT Mitra Andalan Sawit (MAS), PT Palma Sumber Lestari (PSL), PT Trinity Palmas Plantation (TPP), PT Toscano Indah Pratama (TIP), dan PT Wahana Karya Sejahtera Mandiri (WKSM).
Tak hanya itu, asosiasi petani seperti Apkasindo, SPKS, dan Aspekpir turut ambil bagian dalam diskusi untuk memastikan keputusan harga merefleksikan kondisi lapangan. Kehadiran pihak kepolisian daerah Sulbar juga menambah aspek keamanan dan transparansi dalam penetapan harga.
Menurut Faizal, kolaborasi lintas sektor ini membuktikan bahwa mekanisme penetapan harga sawit bukan hanya urusan administrasi semata. Melainkan bentuk tanggung jawab bersama dalam menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat di sektor perkebunan.
Dengan penetapan harga yang baru, semua perusahaan diwajibkan menerapkan harga TBS sesuai hasil keputusan tim. Kebijakan tersebut berlaku mulai 16 Oktober 2025 hingga adanya penetapan harga baru pada bulan berikutnya.
Rincian Penetapan Harga TBS Sulbar Periode Oktober 2025
Sebagai hasil akhir dari rapat tersebut, Tim Penetapan Harga TBS Sulbar menyetujui beberapa angka penting sebagai dasar perhitungan harga. Rincian lengkapnya adalah sebagai berikut:
Komponen Penetapan | Nilai yang Disepakati |
---|---|
Indeks “K” | 88,58% |
Harga Rata-Rata Penjualan CPO | Rp14.143,22 per kilogram |
Harga Rata-Rata Penjualan Inti Sawit | Rp12.484,08 per kilogram |
Harga TBS (umur tanam 10–20 tahun) | Rp3.258,32 per kilogram |
Angka-angka tersebut menjadi pedoman resmi bagi seluruh pabrik kelapa sawit mitra di Sulbar dalam melakukan transaksi pembelian hasil panen petani. Dengan indeks “K” yang stabil di atas 88 persen, pekebun memiliki posisi tawar yang cukup kuat di pasar.
Kenaikan ini juga memperlihatkan efektivitas koordinasi antara pelaku industri sawit dan pemerintah daerah. Di sisi lain, pemerintah provinsi menilai kebijakan ini sejalan dengan misi Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, dan Wakil Gubernur, Salim S. Mengga, yang berkomitmen mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Optimisme Baru bagi Petani Sawit Sulbar
Penetapan harga TBS periode Oktober 2025 menjadi momentum penting bagi petani sawit di Sulawesi Barat. Kenaikan harga tidak hanya berdampak pada peningkatan pendapatan, tetapi juga memberi motivasi untuk menjaga produktivitas dan kualitas panen.
Pemerintah daerah berharap kenaikan harga ini dapat memperkuat daya saing produk sawit Sulbar di pasar domestik dan internasional. Di sisi lain, petani diimbau untuk terus menjalin kemitraan baik dengan perusahaan agar rantai pasok tetap stabil dan berkeadilan.
Dengan kebijakan harga yang transparan dan dukungan pemerintah yang konsisten, sektor sawit Sulbar diharapkan mampu menjadi pilar utama ekonomi daerah. Langkah ini juga mendukung pencapaian visi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.