Kementerian ESDM Pastikan 3,2 GW PLTU Batu Bara Beroperasi Tahun 2025, Batu Bara Masih Dibutuhkan

Senin, 02 Juni 2025 | 14:55:42 WIB
Kementerian ESDM Pastikan 3,2 GW PLTU Batu Bara Beroperasi Tahun 2025, Batu Bara Masih Dibutuhkan

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa pada tahun 2025 sebanyak 3,2 gigawatt (GW) dari total kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebesar 6,3 GW akan memasuki tahap commercial operation date (COD) atau mulai beroperasi secara komersial.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, menjelaskan bahwa kapasitas 3,2 GW tersebut merupakan akumulasi dari beberapa proyek PLTU yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, yang dikelola oleh PLN dan independent power producer (IPP) dengan berbagai skema kontrak.

“Sebagian besar yang batu bara ini sudah COD di 2025 ini sekitar 3,2 GW,” ujar Jisman dalam acara Diseminasi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.

Jisman menegaskan bahwa proyek-proyek PLTU yang siap beroperasi tahun ini bukan berasal dari satu pembangkit tunggal, melainkan gabungan dari sejumlah proyek yang berbeda-beda. Sementara itu, sisa kapasitas PLTU batu bara sebanyak 3,1 GW masih dalam tahap konstruksi dan dijadwalkan akan selesai dalam waktu dekat sesuai target RUPTL PLN 2025–2034.

Batu Bara Masih Relevan dalam Baurran Energi Nasional

Pernyataan Jisman tersebut menguatkan posisi batu bara sebagai salah satu sumber energi yang masih sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Menurutnya, penggunaan batu bara bukanlah sesuatu yang harus dijauhi, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di dunia.

“PLTU batu bara ini bukan barang haram. Batu bara banyak dihasilkan Indonesia,” tegas Jisman, sambil menambahkan bahwa pengelolaan emisi dan dampak lingkungan harus menjadi prioritas agar pembangunan energi tetap berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Hal senada juga disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada akhir Mei 2025 lalu. Bahlil mengingatkan bahwa meskipun pemerintah sangat mendorong energi baru terbarukan (EBT), terutama pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), keterbatasan pasokan dari EBT mengharuskan keberadaan batu bara sebagai energi cadangan, terutama pada malam hari saat PLTS tidak bisa beroperasi.

“Energi baru terbarukan kita ini, kalau pada siang hari kan dia menyerap. Begitu sore hari, malam hari, udah enggak. Maka, harus ada batu bara,” jelas Bahlil.

Transisi Energi dan Target Kapasitas Listrik Nasional

Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah menetapkan target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 GW. Dari total tersebut, porsi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 61 persen atau setara 42,6 GW, diikuti oleh sistem penyimpanan energi (storage) sebesar 15 persen (10,3 GW), serta pembangkit berbasis energi fosil mencapai 24 persen, yang terdiri dari gas (10,3 GW) dan batu bara (6,3 GW).

Pemerintah menegaskan bahwa meskipun penggunaan batu bara masih signifikan, arah pembangunan ketenagalistrikan tetap berfokus pada transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, tanpa mengesampingkan ketahanan energi nasional.

Batu Bara, Energi Strategis dalam Sistem Kelistrikan Nasional

Pentingnya batu bara dalam sistem kelistrikan nasional juga dipengaruhi oleh kenyataan bahwa kapasitas EBT seperti PLTS masih bergantung pada faktor alam seperti intensitas sinar matahari yang tidak dapat diprediksi secara konsisten. Oleh sebab itu, batu bara tetap menjadi sumber energi strategis yang menjamin kestabilan pasokan listrik.

“Batu bara memberikan jaminan ketersediaan energi secara konsisten, terutama saat EBT tidak optimal,” kata Jisman.

Tantangan Pengelolaan Emisi dan Lingkungan

Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa pembangunan PLTU batu bara harus disertai dengan pengelolaan emisi yang ketat dan penerapan teknologi ramah lingkungan agar dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat bisa diminimalkan.

“Kita harus serius mengelola emisi dan polusi agar pembangunan PLTU tidak mengorbankan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tambah Jisman.

Kehadiran 3,2 GW PLTU batu bara yang siap beroperasi sepanjang 2025 menunjukkan bahwa batu bara masih menjadi pilar utama ketahanan energi nasional di tengah upaya transisi menuju energi bersih. Pemerintah melalui Kementerian ESDM secara terbuka menegaskan bahwa batu bara bukanlah pilihan yang bisa diabaikan dalam jangka pendek hingga menengah, karena peran vitalnya dalam menjamin ketersediaan listrik yang stabil.

Seiring dengan pengembangan EBT yang terus dipacu, langkah-langkah pengelolaan lingkungan dan pengurangan emisi akan menjadi kunci agar ketahanan energi nasional sejalan dengan target keberlanjutan.

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen Pegawai Baru 2025

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:09 WIB

KUR BNI 2025 Solusi Pendanaan Ringan untuk UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:08 WIB

KUR BRI 2025 Menjadi Solusi Modal Usaha Ringan UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:07 WIB

KUR BSI 2025 Solusi Modal Syariah untuk UMKM Indonesia

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:06 WIB

Skema Cicilan KUR BCA 2025 Pinjaman Rp100 Juta

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:05 WIB