JAKARTA - Setiap orang pasti pernah merasakan gatal di kulit, lalu spontan menggaruknya untuk meredakan rasa tidak nyaman. Namun, uniknya, kadang rasa gatal itu justru seperti berpindah ke area lain setelah digaruk.
Fenomena ini bukan hanya kebetulan atau sugesti semata. Ilmu pengetahuan membuktikan bahwa rasa gatal ternyata merupakan reaksi tubuh yang melibatkan sistem saraf, otak, dan bahkan evolusi manusia sejak masa lampau.
Rasa gatal atau pruritus bisa muncul karena banyak hal. Alergi, gigitan serangga, kulit kering, hingga paparan zat tertentu seperti histamin, semuanya bisa memicu reaksi gatal di kulit.
Namun, para ilmuwan juga menemukan bahwa tidak semua rasa gatal disebabkan oleh faktor fisik. Ada kalanya, gatal merupakan mekanisme pertahanan alami tubuh yang diwariskan secara biologis dari nenek moyang manusia.
Gatal Sebagai Mekanisme Pertahanan Tubuh
Peneliti dari Southern Cross University, Dr. Desiree Kozlowski, menjelaskan bahwa rasa gatal merupakan bagian dari sistem perlindungan tubuh. Tubuh kita bereaksi terhadap ancaman seperti kutu, parasit, atau benda kecil lain yang menempel di kulit.
“Memiliki rasa gatal bisa jadi penting,” kata Dr. Kozlowski. “Dalam konteks evolusi, tubuh manusia dirancang untuk bereaksi terhadap ancaman di kulit. Menggaruk adalah cara alami untuk menyingkirkannya,” lanjutnya.
Reaksi ini ternyata menjadi salah satu bentuk adaptasi biologis manusia yang sangat tua. Dengan merasakan gatal, kita akan tergerak untuk menggaruk, yang pada akhirnya membantu menghilangkan ancaman dari permukaan kulit.
Menariknya, rasa gatal juga bisa bersifat menular. Melihat orang lain menggaruk diri mereka dapat membuat kita ikut merasa gatal. Fenomena ini membuktikan adanya hubungan antara sistem saraf dan empati manusia yang bekerja di otak.
“Cukup melihat orang lain menggaruk saja bisa membuat kita merasa gatal. Itu karena otak secara otomatis menafsirkan tindakan tersebut sebagai sinyal bahaya pada kulit,” kata Dr. Kozlowski menjelaskan.
Rasa Gatal, Otak, dan Hormon Kebahagiaan
Ketika seseorang menggaruk bagian tubuh yang gatal, sebenarnya ia sedang menimbulkan sedikit rasa sakit di kulit. Namun anehnya, sensasi itu justru terasa menyenangkan bagi kebanyakan orang.
Dr. Kozlowski menyebutkan bahwa hal ini terjadi karena garukan memicu pelepasan serotonin, zat kimia di otak yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan. “Sebagian besar orang merasa lega saat menggaruk karena munculnya serotonin yang menciptakan rasa nyaman,” ujarnya.
Meski begitu, serotonin juga memiliki efek lain yang menarik. Dalam konteks gatal, serotonin justru dapat memperkuat sinyal gatal di otak, sehingga keinginan untuk menggaruk menjadi semakin kuat.
Inilah yang dikenal sebagai itch-scratch cycle atau siklus gatal-garuk. Semakin sering seseorang menggaruk, rasa gatalnya bisa semakin parah karena otak terus menerima sinyal yang saling memperkuat.
Siklus ini menjelaskan mengapa terkadang kita tidak bisa berhenti menggaruk, meskipun kulit sudah mulai terasa perih atau kemerahan. Semakin gatal digaruk, semakin besar kemungkinan rasa gatal itu menyebar ke area lain.
Mengapa Rasa Gatal Bisa Berpindah Tempat
Salah satu misteri menarik dari sensasi gatal adalah kecenderungannya untuk terasa berpindah dari satu titik ke titik lainnya. Fenomena ini dijelaskan melalui cara kerja saraf di kulit manusia.
Menurut Dr. Kozlowski, permukaan kulit memiliki banyak reseptor rasa sakit yang tersebar rapat, mungkin satu reseptor untuk setiap milimeter kulit. Namun serabut saraf yang mendeteksi rasa gatal mencakup area yang jauh lebih luas.
“Serabut saraf yang mendeteksi rasa gatal bisa menjangkau area lima hingga enam sentimeter di sekitar titik tersebut,” katanya. Akibatnya, otak dapat salah menafsirkan lokasi sinyal gatal dan membuat kita merasa seolah rasa itu berpindah.
Jadi, ketika seseorang menggaruk satu titik, otak bisa saja menganggap sumber gatal berada di tempat lain yang berdekatan. Inilah alasan mengapa kita merasa gatal itu seolah-olah bergerak atau menyebar.
Selain itu, gatal tidak selalu disebabkan oleh rangsangan nyata seperti gigitan serangga. Gesekan ringan dari pakaian atau perubahan suhu pun dapat memicu sinyal palsu ke otak yang ditafsirkan sebagai rasa gatal.
“Dalam kasus seperti itu, sebenarnya tidak ada sumber gatal yang nyata, hanya persepsi yang muncul dari sistem saraf,” jelas Dr. Kozlowski.
Dengan kata lain, rasa gatal merupakan kombinasi kompleks antara sinyal fisik dan interpretasi otak yang menciptakan pengalaman subjektif. Itulah mengapa dua orang bisa merasakan tingkat gatal yang berbeda meskipun penyebabnya sama.
Studi Khusus Tentang Gatal di Dunia Medis
Karena kompleksitasnya, fenomena gatal kini menjadi topik penelitian yang serius di dunia medis. Pada tahun 2011, dibentuk sebuah pusat penelitian khusus bernama Center for the Study of Itch di Washington University School of Medicine, St. Louis, Amerika Serikat.
Pusat penelitian ini berfokus pada pemahaman mendalam tentang bagaimana sinyal gatal dikirim, diterima, dan diolah oleh otak serta sistem saraf manusia. Para ilmuwan di sana juga mempelajari bagaimana mengatasi rasa gatal kronis yang sering dialami penderita penyakit kulit atau gangguan saraf.
Gatal kronis dapat menjadi masalah serius bagi kesehatan mental dan fisik. Orang yang terus-menerus merasa gatal bisa mengalami gangguan tidur, stres, hingga luka akibat garukan berulang yang tidak kunjung sembuh.
Dengan memahami mekanisme gatal dari sisi neurologi, para peneliti berharap bisa menemukan terapi yang efektif untuk mengurangi atau bahkan menghentikan sensasi gatal tanpa efek samping.
Gatal, Antara Kenyamanan dan Ilusi Otak
Sensasi gatal ternyata jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan. Ia bukan sekadar respons sederhana terhadap iritasi kulit, tetapi hasil interaksi rumit antara saraf, otak, hormon, dan naluri pertahanan tubuh.
Menggaruk memang memberi rasa lega sesaat, tetapi jika dilakukan berlebihan justru bisa memperparah sensasi gatal. Maka penting untuk memahami bahwa tidak semua gatal perlu digaruk, terutama bila penyebabnya bersumber dari persepsi otak, bukan dari kulit itu sendiri.
Fenomena ini menunjukkan betapa luar biasanya tubuh manusia dalam merespons lingkungan dan melindungi diri, bahkan melalui hal yang tampak sederhana seperti rasa gatal.