BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan Ganti Sistem Kelas Rawat Inap Jadi KRIS Tahun Depan

BPJS Kesehatan Ganti Sistem Kelas Rawat Inap Jadi KRIS Tahun Depan
BPJS Kesehatan Ganti Sistem Kelas Rawat Inap Jadi KRIS Tahun Depan

JAKARTA - Pemerintah akan mengganti sistem kelas rawat inap BPJS Kesehatan dari 1, 2, dan 3 menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) secara bertahap. Perubahan ini juga akan berdampak pada perhitungan iuran peserta, meski saat ini besaran iuran tetap sama.

Penerapan KRIS bertujuan menyederhanakan layanan dan menyesuaikan standar pelayanan medis di seluruh rumah sakit. Sistem baru ini mengikuti aturan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022, yang mengatur pembagian iuran berdasarkan kategori peserta.

Skema Iuran BPJS Kesehatan Berdasarkan Kategori Peserta

Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan akan tetap mendapatkan iuran yang dibayarkan langsung oleh pemerintah. Sedangkan peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di lembaga pemerintah membayar 1% dari gaji, dan sisanya 4% dibayar oleh pemberi kerja.

Untuk PPU yang bekerja di BUMN, BUMD, atau swasta, ketentuan iuran sama, yakni 5% dari gaji per bulan dengan pembagian 1% oleh peserta dan 4% oleh pemberi kerja. Iuran tambahan untuk anggota keluarga seperti anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, atau mertua dibebankan 1% per orang per bulan.

Peserta lain seperti saudara kandung, ipar, asisten rumah tangga, serta peserta bukan pekerja memiliki iuran tersendiri. Untuk kelas III, misalnya, iuran ditetapkan Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat perawatan kelas III.

Sementara itu, untuk kelas II dan I, besaran iuran masing-masing adalah Rp100.000 dan Rp150.000 per orang per bulan. Pemerintah juga menyediakan skema bantuan iuran untuk veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, atau anak yatim piatu terkait 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a.

Ketentuan Pembayaran dan Denda Iuran

Pembayaran iuran BPJS Kesehatan dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan sejak 1 Juli 2016, kecuali jika peserta mengaktifkan kembali status kepesertaan dan menerima pelayanan rawat inap.

Berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, denda pelayanan rawat inap dikenakan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal dikalikan jumlah bulan tertunggak. Batas denda paling tinggi Rp30.000.000 dan jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.

Bagi peserta PPU, pembayaran denda ditanggung oleh pemberi kerja. Hal ini menjadi mekanisme untuk menjaga kepatuhan pembayaran iuran sekaligus memastikan layanan kesehatan dapat diberikan secara merata dan adil.

Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Masih Belum Final

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan hingga saat ini belum ada keputusan soal besaran kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Pernyataan ini disampaikan saat ditemui di Bursa Efek Indonesia pada Kamis, 9 Oktober 2025.

Purbaya menegaskan bahwa formula kenaikan iuran masih dalam tahap pembahasan internal. "Ada, tapi belum final. Baru permukaannya saja, jadi belum bisa dibawa ke media," tegasnya.

Menteri Kesehatan sebelumnya menemui Purbaya di kantornya pada Rabu, 8 Oktober 2025. Namun hingga kini, publik masih menunggu kepastian terkait iuran KRIS yang akan diterapkan pada tahun depan.

Persiapan Masyarakat Menghadapi KRIS

Peserta BPJS disarankan untuk memahami skema iuran baru agar tidak kaget dengan perubahan sistem kelas rawat inap. Pemahaman ini penting agar peserta dapat menyesuaikan pengeluaran bulanan dan memastikan kepesertaan tetap aktif.

Selain itu, rumah sakit dan pemberi kerja juga perlu mempersiapkan administrasi agar transisi dari kelas lama ke KRIS berjalan lancar. Hal ini termasuk penyesuaian sistem pembayaran iuran, pencatatan pelayanan, serta transparansi informasi kepada peserta.

Penerapan KRIS diharapkan mampu meningkatkan efisiensi layanan, menstandarkan fasilitas medis, dan menjaga kesetaraan akses kesehatan bagi seluruh peserta BPJS. Transformasi ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menyesuaikan pelayanan kesehatan nasional dengan standar global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index